Friday, April 18, 2025

Reses, Abdul Hakim Bahas RUU Pertanahan


BANDAR LAMPUNG (19/4) Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan (PTUP) dikritisi sejumlah pejabat Pemda provinsi (Pemprov) Lampung. Mekanisme pembayaran ganti rugi dan pemberian kewenangan yang luas kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) paling banyak dikritik.

Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi anggota DPR RI asal Lampung KH. Abdul Hakim dengan jajaran pejabat daerah seperti Bappeda Lampung, satker Bina Marga, Cipta Karya, Sumber Daya Air (SDA) dan instansi lainnya di kantor Bappeda Lampung, Selasa (19-4). Dalam rapat yang dipimpin kepala Bappeda Provinsi Lampung Fahrizal Darminto itu, KH Abdul Hakim yang juga anggota panitia khusus (pansus) RUU PTUP menjelaskan bahwa persoalan ganti rugi, keengganan masyarakat dan faktor hukum menjadi hambatan dalam pelaksanaan pengadaan tanah.

Menurut Hakim, RUU PTUP ini diharapkan memberikan solusi dalam pengadaan tanah karena secara subtansi mengandung beberapa norma baru antara lain tentang Pelembagaan Konsultasi Publik, penguatan lembaga peradilan, penguatan lembaga penilai tanah, pelaksanaan pengadaan tanah dan pendanaannya. “Dalam tataran hukum sudah banyak produk perundang-undangan yang menjadi dasar dalam pengadaan tanah untuk pembangunan seperti perpres No.36 tahun 2005 dan UU No.21/1961 tentang pencabutan hak atas tanah dan benda-benda diatasnya. Namun, implementasinya secara politis dan sosiologis tidak popular. Karena itu RUU PTUP ini diusulkan dan kami mengharapkan masukan dari pemerintah daerah, khususnya Lampung untuk memperkaya subatansi RUU ini,” kata Hakim yang juga Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Bapeda Lampung Fahrizal Darminto memberikan masukan agar dalam pemberian ganti rugi tanah RUU ini memberi peluang kepada masyarakat untuk memilih bentuk ganti rugi. Ia menyarankan agar ganti rugi tidak melulu dalam bentuk uang, tapi juga kepemilikan seperti saham pada perusahaan jalan tol. “Selama ini masyarakat banyak yang dirugikan ketika tanahnya diambil untuk jalan tol. Mungkin dalam RUU ini bisa diberikan celah agar masyarakat memperoleh keuntungan jangka panjang dari pengalihan hak atas tanahnya yang digunakan untuk jalan tol berupa pemberian saham.” Kata Fahrizal.

Sementara itu, Bahrun dari Biro Aset Pemprov Lampung mengkritis pemberian keweangan yang besar kepada BPN sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan dalam pengadaan tanah. Ia menilai pemberian kewenangan yang luas kepada BPN tersebut justru dikhawatirkan menyebabkan inefisiensi dalam proses pengadaan tanah.“Dalam RUU ini terlihat jelas bahwa BPN menjadi lembaga yang mengurus pengadaan tanah. Padahal, kinerja BPN dalam hal administrasi pertanahannya saja kita tahu seperti apa. Kami berharap, BPN bukan satu-satunya lembaga tapi perlu juga melibatkan pemerintah daerah,” kata Badrun.

Dalam kesempatan itu, Hakim membenarkan jika RUU PTUP tersebut menempatkan BPN sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan luas dalam pengadaan tanah mulai dari konsultasi public hingga menilai ganti rugi.“Kritikan atas kewenangan BPN yang demikian luas dalam RUU ini juga banyak dikritisi akademisi dan stakeholder lain. Karena itu, poin ini akan menjadi catatan kami di pansus.” tutup Hakim yang juga anggota Pansus RUU PTUP.

0 komentar :

Posting Komentar

Copyright © 2009 Template design modified by Sadikin